Sabtu, 15 Desember 2012

Suamiku Ngga Romantis ^_^'


Ini tulisan temen. Aku suka banget sama tulisan ini, karena mirip banget sama suamiku. Ga romantis. Hehe...

Zaman masih belum menikah dulu, jika ditanya ingin punya suami seperti apa, maka yang terbayang di angan-angan adalah ingin punya suami yang romantis seperti di flm-flm. Yang suka memberi bunga di hari-hari tertentu, yang suka memberi kado kecil kejutan, yang suka berlaku mesra di depan umum, yang memanggil aku ‘‘sayang’’ atau ‘‘dinda’’ , yang setiap pagi memberikan kecupan manis di kening, yang suka mengajak jalan-jalan di bawah rembulan, makan malam diterangi cahaya temaram lilin. Oh.. indahnya..

 Tapi ternyata..Suamiku tdak suka memberi bunga. ‘‘Boros dan nggak ada gunanya’’, katanya. Suamiku tdak suka memberi kejutan, malah sering lupa pada hari-hari “pentng” kami. Suamiku lebih suka jalan di depan jika kami belanja. Suamiku lebih suka memanggil aku ‘‘yang’’ daripada “sayang”. Suamiku paling tdak suka keluar rumah di hari Sabtu. ‘‘Rame! Macet! Males!’’, katanya. Jika mengantar kerja ia hanya menurunkanku di depan gerbang kantor “Biar cepet”, alasannya. Hampir setap malam ia selalu tdur duluan.


Tapi suamiku yang nggak romantis ini mau bantuin aku sekedar buang sampah atau menggosok bajunya sendiri sewaktu dia melihat aku sedang sibuk mengerjakan pekerjaan kantor. Tanpa bicara apa-apa, suamiku langsung mengambil sapu untuk membersihkan rumah ketka ia lihat rumah kami kotor kemudian mengepelnya. Setap pagi ia yang memandikan anak kami karena ia tahu aku sedang menyiapkan makanan. Hampir setap hari ia merelakan gajinya dipotong karena terlambat masuk kantor karena menungguku siap. Ketika kusuruh berangkat duluan, ia hanya menjawab “Aku nggak tega”. Biarpun ia hanya mengantarkan sampai gerbang kantor, ia tidak mengeluh jika ia harus menunggu lama saat menjemputku. Jika aku sedang sakit, ia tidak bosan-bosannya menyuruhku untuk minum obat, padahal aku sudah sering pula menolaknya karena tdak suka. Tak pernah ia sekalipun berkata “Kok nggak ada makanan hari ini?” atau “Kamu nggak masak ya?”. Dan tidak jarang ia memasak sekedar nasi goreng tanpa kecap untuk berdua. Jika tidak ada bahan, maka ialah yang pergi ke warung untuk membeli mie instan untuk kemudian dimasaknya. Suami yang nggak romantis ini pula yang tidak membiarkan aku jalan di bagian jalan yang lebih dekat dengan kendaraan, dia selalu menggandeng tanganku walaupun setelah itu dia kembali berjalan sendiri di depan. Suami yang nggak suka acara weekend ini mau belanja buat aku sepulang dari kantornya. Entah itu cuma 2 kotak minuman kacang ijo, gorengan atau martabak.  Jika ditanya dalam rangka apa, ia menjawab “Lagi ada rezeki berlebih”. Suamiku nggak suka ngasih kejutan atau kado, tapi dia selalu tau kalau hatku sedang resah atau galau. Walaupun ia tidur lebih dulu, dia yang setiap pagi membangunkanku dengan sentuhan lembut untuk sholat subuh. Jadi, jika ditanya, ‘‘Suamimu romantis nggak?’’ Aku jawab dengan sebuah senyuman. Romantis menjadi tidak pentng lagi jika perhatian dan pengertiannya ditumpahkan ke tempat yang tepat. Memang bukan tipe pemimpin yang kuinginkan, tapi tipe pemimpin yang kubutuhkan. Maka dengan bangga aku bersorak dalam hati “Suamiku nggak romantis!”

 

Kamis, 06 Desember 2012

Alhamdulillaah, Terima Kasih Yaa Alloh, Karena Aku Tidak Cantik... ^_^’

Bismillaah...

Udah lama banget ide ini muncul, tapi lupa terus mau ditulis. Pas inget, sikonnya ga pas buat nulis, pas sikonnya pas, lupa. Hehe...

Nah, sekarang insya Alloh sikonnya pas dan inget. Yuk mulai...

Masa remaja, yang tidak indah
Setidaknya itu menurutku dulu. Karena keindahan masa remaja menurutku adalah:
  1. Punya banyak teman dan sahabat, gaul gitu dech.
  2. Jatuh cinta dan punya pacar, yaaah kalo bisa beberapa kali gonta-ganti pacar. Tiap jam istirahat dan pulang sekolah, kalo ngga sama temen, yaa sama pacar. Wah, indahnyaaa... Jalan berdua, beli es krim, makan bakso, ke bioskop, dan lain-lain dech. Seru ye?
Tapi aku tidak mengalami semua itu. Teman dan sahabat sih punya, tapi bisa dihitung jari dech, cuma berapa temennya, apalagi sahabat. Dan hal ini terbukti pada saat kumpul-kumpul alumni, baik SMP maupun SMA. Walah, banyakan ga kenal-nya bow... Tapi tetep pengen ikutan aja kalo ada reunian gitu. Gapapa gamama dah, biar banyak ga kenal juga, kenalan aja pas reunian. Gampang, kan?

Dan yang paling sedih yaa yang nomor 2. Jatuh cinta sih sering, tapi ga pernah punya pacar. Hwaa... Cuma karena 1 alasan, aku tidak cantik, bahkan jauh dari cantik. Hikhikhik... sedih.

Masa remaja adalah masa bergejolak, dimana cinta datangnya dari mata lalu turun ke hati, bukan dari hati, menyebar ke seluruh tubuh, termasuk mata. Kalo cinta diawali dari mata, repot dah, yang jauh dari cantik kayak aku gini, jangan pernah berharap dilirik sama cowok-cowok. Karena secara naluriah, setiap manusia menyukai keindahan, dan keindahan itu yaa yang bisa dilihat. Kalo dilihatnya aja udah ngga indah, yaa udah, pasrah aja dah. Toh, aku sendiri juga gitu, yang disukai mesti yang enak dilihat, ganteng gitu deh. Kalo jauh dari ganteng juga ga bakalan suka. Jadi ceritanya, dulu itu aku cuma jatuh cinta doang, tapi ga ada satupun yang jadi pacar. Kasian yah?

Masa setengah matang, mengenal Islam
Eits.. jangan mikir yang aneh-aneh dulu ya. Aku beragama Islam sejak dilahirkan, karena kedua orangtuaku memeluk Islam, alhamdulillaah, dan aku otomatis beragama Islam juga. Tapi seperti kebanyakan bocah yang ada di negara kita ini, beragama Islam belum tentu mengenal Islam. Tapi kalo ditanya orang, jawabnya Islam, nulis diary temen—dulu zamannya seneng punya diary trus disebarin ke temen-temen, saling mengisi biodata dan pantun—agamanya Islam, bikin KTP juga, pas jadi, tulisannya Islam. Tapi ya sekedar beragama Islam doang. Cuma tau rukun Islam dan rukun Iman—karena waktu ngaji di TPA memang disuruh menghapal kedua rukun itu. Kalo Islam harus sholat 5 waktu, harus ngaji, dan lain-lain. Sebatas kulit luarnya aja.

Dulu, karena aku tidak cantik, aku pun mencoba pake kerudung, eh, lumayan looh, mendingan. :p Jadinya aku pengen pake terus deh. Pas kelas 2 SMA aku hijrah, tapi masih belum mengerti makna hijrah sebenarnya. Pake kerudung hanya karena ingin menutupi kekuranganku aja.

Aku juga ikutan Rohani Islam alias Rohis, yang kemaren-kemaren santer dibilang cikal bakal teroris, ih, ngga banget deh, ngaco itu mah. Aku di Rohis juga cuma ikut-ikutan doang. Ada mentoring, aku ikut. Ada lomba nasyid berkelompok, aku ikut, walaupun ga menang. Eh, diminta jadi Ketua Keputrian (Kaput) karena diantara anggota Rohis yang lain, cuma aku dan temenku yang pake kerudung. Tapi temenku itu, kayaknya ga mau jadi Kaput, makanya aku yang dipilih. Halah, aku aja ga ngerti apa visi misi Rohis waktu itu, disuruh jadi Kaput, mundur-mundur-munduuuur... Akhirnya jadi PJ Mading.

Mulai dari sana, aku mengenal Islam. Karena aku sering mencari artikel dan tulisan-tulisan tentang ke-Islaman untuk di tempel di Mading, aku jadi banyak tau tentang Islam yang sebenernya. Juga dari kegiatan mentoring seminggu sekali.

Pernah, suatu ketika, pas lagi mentoring, temenku yang pake kerudung juga, ditanya sama mentor kami. “Kenapa kamu pake kerudung?” Nahloh, seandainya aku yang ditanya pada waktu itu, aku mau jawab apa? Karena penampilan saya lebih mendingan daripada ga pake kerudung gitu? Waaah, bisa geger dunia persilatan. Untung bukan aku yang ditanya. Dan ternyata jawaban temenku—yang dari kelas 1 udah pake kerudung—cuma satu kata “kewajiban”. Aku baru mikir, ‘kewajiban’ apa? Dan mentorku senyum-senyum aja, mengiyakan jawaban temenku itu. Habis itu dijelasin deh, bahwa perempuan muslimah, wajib mengenakan hijab/kerudung. Dulu waktu zaman Rosulullooh Saw, pas turun perintah menutup aurat, para sahabat pulang menemui istri mereka dan mengatakan perintah Alloh Swt tersebut. Para istri itu dengan segera mengambil apa saja yang bisa digunakan untuk menutup aurat mereka, istilahnya ada taplak ya pake taplak, ada sprei ya pake sprei, yang penting langsung tertutup. Subhaanallooh yah, Syahrini banget, hehe... Maksudnya, subhaanallooh keimanan istri para sahabat dan tentunya istri-istri dan anak Rosul Saw. Begitu denger perintah, langsung dilaksanakan, tanpa mengajukan keberatan dan alasan-alasan.

Dari mentoring juga aku tau bahwa orang Islam ga boleh pacaran. Tidak ada pacaran dalam Islam. Wah, kalo yang ini sih, aku masih belum tau bahayanya. Jadi terusin aja jatuh cinta dan patah hatinya. Jatuh cinta lagi, patah hati lagi. Sampe bener-bener ga punya pacar. Bukan karena larangan tidak boleh pacaran, tapi karena emang ga ada yang naksir, walau udah pake kerudung juga. Hiks...

Masa hampir matang, perempuan baik-baik untuk laki-laki baik-baik, begitu sebaliknya
Selepas SMA dan kuliah, aku masih tetap ikut mentoring yang bahasanya berubah menjadi halaqoh, artinya pertemuan. Alhamdulillaah, sudah mulai terbawa arus yang baik. Kerudungnya makin panjang dan mulai ingin serius ketika jatuh cinta pada seseorang. Karena seringnya dicekokin tentang larangan mendekati zinah yakni pacaran, aku hanya ingin menikah ketika bertemu dengan seorang laki-laki yang menurutku baik dan sholeh. Dan dalam hidupku, aku 3 kali jatuh cinta—yang serius—, jatuh cintanya karena memang bertujuan untuk membina keluarga samara.

Yang pertama, aku mengajukan diri melalui orang yang kenal dengan ikhwan yang kusuka itu (ikhwan, istilah untuk menyebut laki-laki yang ikutan halaqoh juga). Karena dulu Ibunda Siti Khodijah juga mengajukan diri kepada Nabi Muhammad Saw. Aku yang nge-fans banget sama beliau, ceritanya mau mengikuti jejak beliau. Lagipula mau tau kepastian aja. Biar hari-hariku ngga selalu dibayang-bayangi oleh ikhwan itu. Aku inginkan proses yang baik, yang istilahnya ta’aruf (=perkenalan). Taaapiii, ditolak. Hwaaaa....

Yang kedua, aku lebih berhati-hati. Ga mau seperti keledai, jatuh di lubang yang sama. Aku tidak ada niatan mengajukan diri. Cuma ngasih perhatian-perhatian aja, baik kecil maupun besar. Untuk yang kedua ini, sebenernya aku ragu. Karena banyak sekali hal-hal yang tidak sesuai dengan kriteria. Tapi tetep aja, suka. Hehe... Makanya, aku ga berani maju duluan. Biarin aja mengalir. Sampe tau-tau aku dapet kabar kalo dia udah tunangan. Jdeerrr....

Ditengah galau, aku berusaha mengalihkan ke pekerjaan. Kebetulan aku bekerja di lembaga pemberdayaan masyarakat dhuafa. Ketemu ibu-ibu dhuafa yang udah makan asam garam kehidupan. Pahitnya dikhianati suami, sulitnya mengatur keuangan dengan penghasilan yang minim, anak-anak yang akhirnya kurang perhatian orangtua yang sibuk mengais rezeki, mereka jadi anak-anaknya sangat kurang dalam pemahaman agamanya. Yaa ngga semuanya sih, yang anaknya baik-baik juga ada. Dan semua kenyataan itu, sempat membuatku takut untuk menikah.

Tapi, usia semakin bertambah. Ortu juga udah mulai gelisah. Maklum anak pertamah. Perempuan pulah. Jadi harus segera menikah. Jadi pusing nih kepalah.

Suatu kali, Aa Gym pernah bertaushiyah begini, “Ada seorang pemuda yang mengeluh kepada Aa, dia ingin menikah, tapi muka pas-pasan gini, mana ada yang mau, A?” Trus jawab Aa Gym, “Eeeeh, jangan menghina ciptaan Alloh. Biar begini-begitu juga, muka itu ciptaan Alloh. Ga boleh begitu. Masalah jodoh juga urusan Alloh.” Yah, intinya begitulah taushiyahnya.

Aku menyimpan itu baik-baik sampai aku bertemu dengan seseorang yang juga sangat jauh dari cantik. Dia binaanku. Pedagang kecil yang rajin dan pekerja keras. Anaknya sudah 2. Dia menikah diusia yang lebih muda dari usiaku ketika aku menikah. Qo bisa? Padahal kalo pake skala prioritas, masih mendingan aku muka-nya. Halah... opo yooo... Tapi dia sudah menikah dan sudah punya 2 anak pula. Hmm.... bener kata Aa Gym, jodoh memang urusan Alloh. Jangan muka yang jadi sasaran, tapi emang belum waktunya aja. Kalo udah waktunya, yang sudah tercatat di lauhul mahfuzh, aku juga ketemu sama pilihan terbaik-Nya.

Aku pun berdo’a di setiap sujud terakhirku. Karena pada saat sujud, kita berada sangat dekat dengan Alloh. Jadi berdo’alah pada saat terdekat itu. Do’aku cuma satu, “izinkan aku menikah tahun ini.” Selama setahun lebih aku berdo’a seperti itu. Dan pada akhirnya aku memberanikan diri untuk mengajukan diri kepada guru ngajiku. Aku menyatakan siap untuk dikenalkan dengan ikhwan baik dan insya Alloh siap menikah dengannya.

Tidak sampai enam bulan, aku menerima sebuah biodata dari guruku. Saat itu adalah pertengahan Ramadhan di tahun 2009. Kalau tidak salah bulan Oktober. Setelah lebaran Idul Fitri, aku dipertemukan oleh guruku, di rumah gurunya guruku. Tanya-jawab sekedarnya, karena aku bingung mau bertanya apa saat itu. Aku ga kenal, ga suka juga. Biasa aja.

Sekitar sebulan kemudian, ikhwan itu kirim kabar melalui email, ingin mengenal keluargaku. Dan email itu harus di cc ke gurunya guruku dan temannya si ikhwan. Jadi tidak boleh email-emailan berdua. Ketika ikhwan itu meng-add ym-ku pun, aku tidak boleh meng-approve oleh gurunya guruku. Dan ketika si ikhwan mau ke rumah untuk berkenalan dengan keluargaku, aku tidak boleh ada di rumah oleh gurunya guruku. Aku yang pada saat itu masih ragu mau meneruskan atau tidak, tentu saja menuruti nasihat itu. Seminggu kemudian aku diminta untuk ke rumahnya, mengenal keluarganya. Dia juga tidak ada di sana pada saat aku ke sana. Aku suka keluarganya. Seperti sudah kenal dekat denganku. ^_^’

Pada kesempatan kedua, si ikhwan datang lagi ke rumahku bersama ibunya. Aku ada tugas meliput kegiatan futsal anak-anak waktu itu, jadi tidak ada di rumah juga. Tapi pada saat aku pulang, mereka masih ada di rumah.

Bulan Januari 2010 tanggal 17, dia mengkhitbahku dan kami menikah di bulan Maret tanggal 14 tahun itu juga. Walaupun sampai malam akad, aku masih belum punya ‘rasa’ apapun padanya, tetapi setelah akad, “kok kayak udah kenal lamaaa banget.” Dan saat itulah aku mulai jatuh cinta. Menikahnya tanpa cinta, prosesnya 6 bulan, tapi setelahnya yaaa.... Jatuh cinta deh. Jatuh cinta yang ketiga nih. ^_^’

Cerita punya cerita, suamiku pun tidak pernah pacaran sampai bertemu denganku. Dan sudah beberapa kali ta’aruf dengan akhwat (nah, kalo perempuan yang halaqoh disebutnya akhwat), tapi semuanya ga ada ‘feel’ katanya. Pas ketemu aku pertama kali, katanya “adeeem banget, kayak masuk ke kulkas”. Hehe...

Hmm... perempuan baik-baik untuk laki-laki baik-baik, perempuan ga pernah punya pacar, untuk laki-laki yang ga pernah punya pacar juga. :p

Kalo lihat zaman sekarang, anak-anak SMP-SMA, pacarannya parah ya? Ga sedikit yang sampe masuk angin, tapi masuk anginnya sampe 9 bulan. Hiyyy, sereeeeem. Aku jadi mikir, kalo aku cantik, dengan karakterku yang begini, waduh, apa jadinya masa depanku? Pastinya ga bakalan ketemu orang yang kayak suamiku. Alhamdulillaah.... Terima kasih yaa Alloh, karena aku tidak cantik. ^_^’

Minggu, 11 November 2012

Bukan masalah berapa pintunya, tapi cara kita memaksimalkan jumlah pintu itu agar semuanya bisa tertutup ^_^'



Bismillaah...

Hidup itu tidak seperti hitungan matematika. Kalimat yang tidak asing bukan? Aku pun sering mendengarnya. Walau baru kupahami makna sesungguhnya saat ini, saat sudah menjadi istri dan ibu, saat sudah tidak berpenghasilan (baca: bekerja, red), saat semua kebutuhan terus mengejar untuk dipenuhi, tapi sumber penghasilannya hanya 1, dari suamiku. Tidak terbayang galaunya aku setelah beberapa kali mencoba yakin, bahwa Alloh Swt tidak akan pernah meninggalkan kami. Rizqi itu dari Alloh Swt. melalui suami, aku pernah mendengar ini dari Guru Tauhiid yang paling kuhormati, Aa Gym. Jadi, bukan suami yang memberi rizqi, tapi Alloh Swt. melalui suami kita. Dan aku hanya manusia biasa yang masih goyah ketika dihadapkan pada kenyataan setelah mencoba untuk yakin bahwa ALLOH MEMANG TIDAK AKAN PERNAH MENINGGALKAN KAMI.
Bagaimana tidak galau? Kalau waktu aku masih bekerja saja, kadang hutang lancar-ku ke kantor lumayan besar. Kadang sisa gaji tinggal sekian karena harus bayar hutang lancar tersebut. Ohya, dulu posisiku adalah keuangan yang menerima uang setoran cicilan dan tabungan dari anggota yang meminjam, otomatis selalu pegang uang cash karena setoran ke BMT-nya seminggu sekali atau bahkan dua minggu sekali. Uang cash itulah yang sering 'kupinjam dulu' untuk kebutuhan sehari-hari. Setelah gajian, langsung bayar. Nominalnya bisa 3/4 gaji loh. Tapi alhamdulillaah, selalu ada kekuatan untuk membayar lunas dan beberapa hari kemudian, 'pinjam dulu' lagi.
Selalu saja begitu setiap hari, dibayang-bayangi perasaan cemas, khawatir, dan takut kalo aku dan keluarga sampai tidak makan alias kelaparan. Dan selalu saja ada keyakinan, ah, mana mungkin? Alloh Swt Maha Pemberi Rizqi. Walau hanya mengandalkan gaji suamiku, yakinlah tidak akan kelaparan. 6 tahun bersama keluarga-keluarga yang kurang beruntung, melihat sendiri masalah yang mereka alami, yang berkaitan dengan keuangan pastinya, tapi mereka masih sehat, ga mungkin kan kalo ga makan bisa sehat. Itu artinya, setiap hari, ada makanan yang bisa mereka makan. Walaupun sangat sederhana, setidaknya bisa menegakkan tulang punggug mereka untuk kembali berjibaku dengan rutinitas 'yang menyedihkan' demi mengais rizqi untuk dimakan hari esok. Dan aku sungguh terenyum ketika mewawancarai mereka, guna mendapat pinjaman dari lembaga kami tahap berikutnya, aku selalu berbasa-basi dulu dengan bertanya, "gimana ibu? sehat? usahanya lancar?" dan hampir semua anggota menjawab "asal dikasih sehat, alhamdulillaah lancar. Pokoknya yang penting mah sehat, anak-anak pada makan semua". Entah itu hanya basa-basi atau 'contekan' dari temannya yang terlebih dulu diwawancara, yang jelas, aku takjub dengan jawaban sederhana yang mendasar maknanya. Sungguh tidak pernah terpikir olehku ketika sehat, dan baru ingat ketika sakit. Dan kalimat yang paling populer adalah, "sehat itu mahal". Tapi bagi mereka yang kurang beruntung, tentu lebih mahal harganya. Bedanya, mereka selalu ingat kalimat itu kapan saja, tapi aku, hanya ingat ketika sedagn sakit.
Sudahlah, bismillaah saja, semua pasti bisa dihadapi asal kita jangan melupakan Alloh Swt. Toh, orang yang jelas-jelas tidak beriman kepada-Nya saja, diberi rizqi, apalagi kita yang beriman? Insya Alloh.
Dan, hampir 4 bulan berlalu setelah ber-galau ria, kami (aku dan suamiku), menemukan kesimpulan yang sangat istimewa, yang dulu sering kudengar tapi tak pernah paham maknanya. Bahwa hidup, tidak seperti matematika, ketika pintu berkurang satu, ternyata tetap masih bisa makan setiap hari. Masih diberi kesehatan. Keluarga yang utuh karena aku telah diizinkan oleh-Nya untuk menjalankan peran sebagai ibu yang hanya mengurus keluarga.
Alhamdulillaah, tidak ada lagi yang namanya hutang lancar. Tapi semuanya berjalan lancar. Tentunya ada harga yang harus dibayar demi 'kelancaran' itu. Aku harus mampu mengendalikan sekecil apapun pengeluaran, karena keuangan keluarga, aku yang pegang. Suamiku yang membantu mengarahkan, bagaimana pembelanjaannya. Kalo dulu, sebentar-sebentar beli, sekarang kalo mau beli apa-apa, sebentar, lihat dulu budgetnya. Jarang jajan tidak jadi hina, walau tetangga pada jajan, ah makan aja yang kenyang, toh sama aja, makan dan jajan larinya ke perut-perut juga.
Kalau dulu sering beli lauk karena males masak. Sekarang 'dipaksa' masak setiap hari karena lebih irit. Walau cuma oseng-oseng seadanya. Tapi efeknya, aku jadi seneng mencoba beberapa jenis masakan yang menurutku agak ribet. Seperti tempe bacem. Hehe... Karena kan bosan juga tiap hari oseng-oseng, dadar telur, paling banter bikin soup bakso.
Jadi intinya, bukan masalah berapa pintunya, tapi cara kita memaksimalkan jumlah pintu itu agar semuanya bisa tertutup. ^_^'

Sabtu, 13 Oktober 2012

Berkaca pada Orang-orang Sukses di Negara Kita


Bismillaah…
Masa depan kita ditentukan oleh kebiasaan kita pada hari ini. Kalo hari ini kita senang menumpuk hutang demi kebutuhan yang sebenarnya masih dalam porsi keinginan, tunggulah saatnya, di mana masa depan kita penuh dengan lilitan hutang. Tapi kalo kebiasaan kita adalah belajar prihatin, memaksimalkan rizqi yang Allah Swt berikan hanya untuk kebutuhan-kebutuhan primer saja, insya Allah di masa depan kita akan menjadi orang yang merdeka. Pun bila di masa depan kita dikaruniai rizqi yang berlimpah karena kerja keras kita hari ini, kita akan terbiasa hidup bersahaja dan menghargai jerih payah kita sendiri. Coba aja, udah suka hutang, males lagi, halah, mau jadi apa hari esok kita? –Kata Pak Mario Teguh (dengan sedikit perubahan redaksi) waktu aku dan suamiku ikut taping Mario Teguh Golden Ways, yang bikin pusing itu. Gimana nggak pusing? Kata-kata dan kalimatnya alias bahasanya tuh butuh pencernaan yang luar biasa, seperti bayi yang baru lahir disuruh makan bubur, sistem pencernaannya akan bekerja ekstra keras untuk mengolah. Hehe… Lebay.

Berbicara tentang masa depan, kata Pak Mario juga, satu-satunya kejelasan masa depan adalah tidak jelasnya sebuah masa depan, karena masa depan itu masih suci, masih penuh misteri. Kita hanya bisa membentuknya, merencanakannya dengan kebiasaan-kebiasaan kitadi masa lalu, yakni masa kini.

Coba perhatikan, jangan hanya mengagumi kehebatan dan kesuksesan orang-orang hebat dan sukses yang pernah kita dengar, baca, dan lihat. Tapi PERHATIKAN. Kalo kata Bang Tere Liye, kita kadang melihat saja tapi tidak memperhatikan. Dan kalo kita mau sedikit menengok masa lalu mereka yang sudah sukses sekarang, mungkin kita nggak nyangka, bahwa masa lalu mereka kurang lebih yaa sama dengan kita saat ini. Bahkan mungkin lebih buruk.

Ada yang bilang ke Pak Mario, “Bapak sih enak tinggal ngomong doing,” trus kata Pak Mario, “ya terus mau ngapain lagi?” Coba perhatikan jawaban dari Pak Mario itu. MAU NGAPAIN LAGI? Itu artinya sudah banyak yang beliau lakukan selama ini untuk meningkatkan kualitas hidupnya sendiri sampai menjadi orang sukses seperti sekarang dan BISA NGOMONG. Ternyata Pak Mario itu masa kecilnya susah sekali, berangkat dari keluarga miskin yang selalu bekerja keras, tidak ada kata malas dalam kamusnya. Kalo mau tahu lebih detail tentang kisah hidupnya, silahkan gugling sendiri ya.

Nah, itu Pak Mario. Coba kita lihat yang lainnya. Ada Pak Dahlan Iskan yang dulunya juga miskin. Kebiasaannya hidup sederhana, masih terbawa sampe sekarang walau sudah ‘kaya’. Yaah, silahkan gugling lagi deh mengenai beliau.

Sekarang siapa lagi? Ahya, Andrea Hirata, yang dengan mimpi dan kerja kerasnya, bisa kuliah di Paris. Dan masih banyak lagi contoh sebenernya. Kitanya aja yang kadang pesimis sambil meratapi nasib. Nggak punya duit, pengen beli hape kamera, ngutang. Padahal apa sih fungsinya hape? Buat nelpon dan sms aja, kan? Kalo mau beli kamera, harus berguna tuh kamera, missal ada obsesi untuk jadi fotografer. Kalo sekarang yang lagi nge-trend, punya BB. Sekarang balik lagi ke niatnya. Seorang teman yang memaksa dirinya untuk beli BB, dia punya alasan kuat, mau jualan, dan fokus, dia jualan sebuah produk. Alhamdulillaah, BB-nya ternyata memang bermanfaat. Karena sekarang memang zamannya BB, jualan di Facebook udah pada jarang. Orang-orang udah pada lari ke BB jualannya. Trus kalo BB-nya cuma buat gaya-gayaan, naikin gengsi padahal hutangnya banyak, buat apa? Apa gue harus bilang WOW, gitu? Hehe…

Yah, pokoke banyak hal lah yang bisa dipikirin sebelum membeli sesuatu. Beli karena butuh ya, bukan karena kepengenan doing. Aku juga ngiler pengen beli BB, buat jualan, tapi mau jualan apa juga masih bingung. Nanti ajalah, kalo udah jelas mau jualan apa, dan optimis bakal lancar, baru bela-belain beli BB.

Balik lagi ke tema awal kita. Nggak usah jauh-jauh, aku punya saudara yang hobby-nya kerja keras. Dari nggak punya apa-apa, sampe punya apa aja. Dan alhamdulillaah, orangnya baik banget, suka membantu saudara, kan, jadinya banyak dido’ain sama saudara-saudaranya, jadi tambah naik deh derajat kesuksesannya, dimata manusia setidaknya. Kalo di mata Allah Swt, insya Allah juga naik. Aamiin…

Mau contoh apa lagi?

Soal makanan deh. Kenapa sih, harus sama ayam tiap kali makan? Harus sama daging? Atau pergi ke Resto Cepat Saji demi menaikkan gengsi? Yang sebenernya, makannya cuma sekali dalam sehari, tapi sekali makan yaa yang mahal-mahal. Kan, nyari penyakit itu namanya. Makan tuh idealnya 3 kali sehari, gapapa lauknya biasa aja, tempe sama tahu, yang cukup ramah untuk kantong, asal makannya sehari tiga kali. Ada loooh yang begitu, gengsian, urusan perut aja kok gengsi?

Tapi prihatin juga harus pada tempatnya. Bukan mentang-mentang prihatin, malah menyakiti diri sendiri, sering sakit dan lemes, malah bikin ngga produktif. Yah, yang proporsional ajalah. Okeh?!! ^_^’

Jadi intinya, ngga ada cerita pengen sukses dengan bermalas-malasan, ngga mau prihatin, dan tidak suka bekerja keras. Kalo lihat pengemis yang pura-pura pincang di lampu merah, apa yang ada di benak kita? Orang yang selalu ingin diberi akan selalu dipandang remeh oleh orang lain, jadi jangan menghinakan diri dengan selalu ‘meminta-minta’, yaaa….

Ohya, suamiku pernah cerita, waktu masih SMP dia punya temen keluarga Chinese. Suatu hari temennya itu habis dimarah-marahi orang tuanya hanya karena 1 hal, makan pake daging. Katanya, “nak, kita ini hidup di Negara orang, jadi jangan boros,” intinya begitu. Padahal dia juga jarang banget makan daging.

Selama suatu makanan itu bisa menegakkan tulang punggung kita untuk beribadah dan bekerja, makanlah secukupnya. Orang-orang sukses dan hebat yang ada di Negara kita, saja, dulu bahkan jarang ketemu makanan, saking miskinnya. Tapi mereka bisa sukses tanpa menghinakan diri di hadapan orang lain. So, yuk, belajar ‘ngaca’ dari mereka. ^_^’

Pamulang Barat, 13 Oktober 2012, 16.05

Kamis, 11 Oktober 2012

Air Tajin untuk Diare pada Balita


Bismillaah…
Waah, udah lama banget nih kayaknya, ga ngisi blog. Kemampuan menulisku juga rada turun nih, walau dulunya juga biasa-biasa aja, :p. Tapi ga boleh dibiarkan, harus mulai diasah lagi, biar jadi lihai dan jadi penulis beneran. Hahaiii… Aamiin….

Langsung aja deh. Ini pengalamanku sendiri, maksudnya My Darli. Udah 3 hari dia diare. Matanya sampe sayu gitu. Badannya juga lemeeees banget kayaknya. Ditambah geraham atas-bawah-kanan-kirinya mau tumbuh 4 sekaligus. Alhasil, kebayang deh, rewelnya kayak gimana. Gusi gatel, cenat-cenut, ngebet, pengennya gigit-gigit apa aja, keseringan sih, jarinya sendiri yang digigitin. Udah gitu, perutnya juga melilit-lilit, bolak-balik pup, bolak-balik ke kamar mandi, bolak-balik ganti popok sekali pakai. Jadi pada merah-merah deh, pantatnya. Pasti sakit. Yaa Allah, kasian banget. Ditambah emaknya ga sabaran, udah sakit seluruh badannya, masih diomelin juga, kadang dicubitin kalo rewelnya ga ketulungan. Padahal dia juga lagi kesakitan. :(

Baru pertama kali jadi ibu, bingung mau ngapain, Cuma bisa belajar sabar aja, mencoba memahami rasa sakitnya. Sambil memenuhi kebutuhannya, makan—walau harus dipaksa, karena orang sakit, kan, emang bawaannya males makan, lha ini, bayi 1,5 tahun yang emang dasarnya rada susah juga kalo disuapin—, minum air putih yang banyak—biar ga dehidrasi—, dan susu.

3 hari berurusan dengan yang beginian, ternyata bikin drop juga, malem kurang tidur, siang apalagi, jadi ikutan lemes deh, karena makanku sendiri jadi ga teratur. Maagku kambuh dech. Mana suami lagi closing, pulangnya malem. Hiks…

Alhamdulillaah, rumah kami dekat dengan rumah orang tuaku, jadi di hari ketiga, aku memutuskan untuk ke rumah orang tuaku aja, jadi kalo mau ngapa-ngapain, bisa gantian ada yang jagain My Darli. Soalnya dia ga bisa ditinggal barang sedetik pun. Harus ditemeniiiin terus. Kalo ga ditemenin, nangis meraung-raung. Kan, kasian kalo nangis terus.

Nah, pas aku di rumah orang tuaku, suamiku ternyata browsing-browsing deh, dan katanya air tajin bisa menyembuhkan diare pada bayi. Trus konsumsi susu formula juga mesti dikurangi. Karena itu pemicu diare juga, ada zat apaa gitu dalam susu formula yang bisa mengencerkan tinja. Kalo lagi sehat sih ga masalah, lah lagi diare gini, diencerkan ya tambah parah sakitnya.

Masalah air tajin, insya Allah gampang, dan ibuku langsung memasak bubur setelah aku beritahu soal itu. Tapi soal ga minum susu ini yang repot. Udah ga mau makan, nanti dapet energi dari mana? Ternyata kata ibuku dan beberapa tetangga memang ga boleh dikasih susu, kalo lagi diare. Yah, minimal dikurangi ajalah takarannya. Kalo biasanya 3 sendok peres untuk 100ml air, dikurangi jadi 1,5 sendok peres untuk 100ml air. Darli biasanya 4 sendok peres untuk 140ml air, berarti jadi 2 sendok aja untuk 140ml air. Ternyata, dia kurang suka. Hehe… Maaf ya, nak. Ini demi kebaikanmu. Yaah, mungkin karena ga ada pilihan lain, sementara perut lapar, terpaksa deh, diminum juga.

Aku lupa lagi ngga nanya, air tajinnya se-apa. Ya udah, aku ambil sedikit aja, sekitar 5-6 sendok makannya Darli yang imut itu. Dan setelah adem, aku minumin deh ke Darli. Siang kalo ga salah aku ngasihnya. Dan sore-nya yaa masih bolak-balik ke kamar mandi. :(

Begitu suamiku pulang, aku baru keingetan untuk nanya, dan suamiku cuma bilang, lah, kedikitan itu mah. Hehe… pantesan ga ngefek. Tapi malemnya ngga pup lagi loh, pas di rumah. Cuma pagi dini hari aja, pas mau ganti popok sekali pakainya, dia pup, tapi alhamdulillaah, ga seencer sebelumnya. Waah, keren nih, air tajin, padahal cuma sauprit ngasihnya.

Dan tadi, aku bikin bubur lagi di rumah, ngambil air tajinnya lumayan banyakan, hampir segelas imutnya My Darli. Siang aku minumin setengah, dan dari pagi sampe sore, alhamdulillaah ga bolak-balik lagi ke kamar mandi. Sampe malem ini pun belum pup dia. Yaah, semoga emang udah ga diare lagi. :)

Ibuku sempet marah loh, kenapa ngga dikasih obat? Aku juga tadinya mau bawa ke rumah sakit, tapi kasian, Darli minumin obat kimia melulu, panas dikit, ke dokter, minum obat kimia, batuk-pilek juga gitu. Kali ini ngga deh, dan alhamdulillaah ada info tentang air tajin itu, Darli sembuh tanpa harus ke dokter dan minum obat kimia.

Sekarang rewel tinggal soal tumbuh gigi deh. Geraham bawah kanan-kirinya udah tumbuh dengan sempurna, tapi kanan-kiri yang atas tinggal dikit lagi, jadi masih ngebet kali ya, makanya masih rewel aja. Hmm… udah dulu deh, tulisan mala mini. Insya Allah dilanjut lagi kapan-kapan. Udah ngantuk juga nih. Hoahemm… :)

Pamulang Barat, 10 Oktober 2012 00:25 BBWI

Kamis, 19 April 2012

Kura-kura, Kelinci, Siput, dan Ulat (Seri Iseng-iseng)

Ini cerita lucu (menurutku begitu), tapi terserah yang baca, mau tertawa atau tidak, itu hak asasi. :p

Pada suatu hari, ada seekor Kura-kura dan seekor Kelinci yang berlomba lari. Si Kelinci lari dengan sangat cepat sekali. Si Kura-kura jauh tertinggal. Tapi dia tidak peduli. Dia tetap berusaha dengan keras, berlari mengejar Kelinci.

Di tengah jalan, Si Kura-kura melihat seekor Siput yang sedang berusaha keras untuk berlari juga, entah mau kemana, sepertinya serius sekali. Si Kura-kura merasa kasihan, lalu berkata, "Hai Siput, naiklah ke punggungku!" Siput menurut saja, dia menaiki punggung Kura-kura.

Dalam perjalanan, Si Kura-kura bertemu dengan ulat yang berjalan sangat lambat namun seperti terburu-buru sekali. Si Kura-kura pun kembali merasa kasihan, lalu berkata, "Hai Ulat, naiklah ke punggungku!" Ulat pun setuju. Dia segera menaiki punggung Kura-kura dan mendapati Siput sudah ada di sana. Lalu apa kata Siput?

"Hai Ulat, berpeganganlah dengan erat, Kura-kura ini larinya cepat sekali.!"

Wekh...
:D

Rabu, 18 April 2012

Belajar dari kesalahan? Yuk mariiii.... ^_^'

Bismillaahirrohmaanirrohiim....

Jam 10-an di kantor. Perasaan tadi pagi udah sarapan, qo jam segini udah laper lagi ya? Sindrom bawa bekal nih kayaknya, bawaannya laper mulu. Hehe....

Sampe kantor, tiba-tiba pengen bikin status begini di ym:

"Kadang kita perlu melakukan beberapa kesalahan untuk kemudian belajar tentang arti kebenaran. Karena nasehat, tidak selamanya ampuh. Go Go Go Semangat...!!! ;)"

Jadi pengen cerita banyak yang berhubungan dengan status itu. Karena manusia memang tidak pernah luput dari salah, dan dari salah itulah, kita belajar membedakan, mana yang salah dan mana yang benar.

Kalo inget si kecil Darli, aku jadi sedih. Dan kalo nanti diberi amanah lagi sama Allah Swt buat jadi adik-adiknya Darli, insya Allah kesalahan yang kulakukan pada Darli, tidak akan terulang pada adik-adiknya. Aamiiin....

Hari ini, Darli tepat berusia 13 bulan. Sebulan yang lalu dia milad. Jadi kebayang setahun yang lalu. Tepatnya pada malam Jum'at (katanya jatuh pada) Kliwon. Ketubanku pecah sekitar pukul 11 malam. Aku panik luar biasa, karena tidak tau harus berbuat apa, yang kutau kalau ketuban sudah pecah, bayi harus segera dilahirkan agar tidak kekeringan dan bayi akan sulit dilahirkan secara normal.

Alhamdulillaah, aku punya adik ipar yang sudah punya 2 putri, dia memberitahuku untuk menyiapkan keperluan persalinan sebulan sebelum hari-H. Masukkan dalam 1 tas, agar ketika tiba-tiba mules tinggal bawa, ga perlu nyiapin ini-itu lagi.

Alhasil, malam itu, kami (aku, suamiku, dan si kecil yang udah pengen liat ibu-bapaknya) langsung bergegas menuju klinik bidan yang terletak di Ciracas. Nekat? Ya. Tapi saat itu, kami tidak berpikir bahwa itu adalah tindakan nekat. Karena dari awal kami sudah sreg kontrol kandungan di klinik bidan itu, walau kami kontrol di bidan lain juga yang dekat dengan rumah kami. Tapi keputusan terakhir, kami akan ke klinik bidan itu untuk melahirkan bayi yang ada di rahimku.

Pamulang-Ciracas dapat ditempuh motor selama kurang lebih 1 jam dengan kecepatan 60 km/jam. Dan selama perjalanan ke sana, kami terus-menerus berdo'a agar tidak terjadi apa-apa. Alhamdulillaah jalanan lancar sekali malam itu.

Singkat cerita (karena saat ini, aku bukan ingin menceritakan proses persalinanku), Darli lahir selamat pada Jum'at pagi menjelang siang, yakni pukul 10.35.

Hari pertama, Darli sering menangis. Karena khawatir dia lapar, aku mencoba menyusuinya, tapi belum bisa. Kata orang, anak pertama memang begitu. Akhirnya ketika adik iparku datang, kami (aku dan suamiku) meminta tolong dia (yang anak keduanya baru berusia 7 bulan saat itu) untuk menyusui Darli.
Karena adik iparku tidak standby di klinik, aku berusaha menyusuinya lagi, tapi masih belum bisa. Akhirnya diberi susu formula oleh pegawai klinik.

Kami tidak langsung pulang ke rumah, karena kondisiku masih belum memungkinkan dan Darli masih terlalu kecil untuk perjalanan yang lumayan jauh. Akhirnya kami menginap sementara di rumah mertuaku. Keluarga kecil adik iparku juga tinggal di sana, untuk menemani ibu mertua, karena bapak mertua sudah meninggal pada tahun 2008 lalu.

Aku selalu berusaha menyusui Darli, dan selalu gagal. Dan setiap aku gagal, Darli harus meminum susu formula atau aku harus memompa ASI terlebih dahulu. Kalau adik iparku sudah pulang kerja, Darli disusui adik iparku.

Ini kesalahan PERTAMA. Setelah aku baca-baca artikel, ternyata bayi tidak perlu langsung disusui, kecuali IMD, ketika baru saja dilahirkan. Bayi yang baru lahir, masih punya cadangan makanan untuk 3 hari. Jadi, sebenarnya aku bisa memberikan ASI Eksklusif kalau aku mengetahui hal itu, dan Darli tidak perlu mencicipi susu formula.

Kemudian, masalah aku belum bisa menyusui, itu karena bayi belum terbiasa dengan (maaf) puting susu yang baru. Anak kedua adik iparku sudah berusia 7 bulan saat itu, jadi sudah terbiasa menyusui. Sehingga seharusnya aku tidak perlu meminta tolong dia untuk menyusui Darli. Karena akibatnya, Darli jadi tidak mau berusaha sendiri karena sudah pernah menyusu dengan mudah. Ini kesalahan yang KEDUA.

Kesalahan yang KETIGA adalah ketika Darli sudah terbiasa menyusu denganku dan aku berhadapan dengan bulan Ramadhan yang akan tiba sebentar lagi. Saat itu Darli baru berusia 4 bulanan. Aku teringat hutang puasaku yang sangat banyak di Ramadhan lalu, karena aku ngidamnya cukup parah. Sehingga hanya mampu berpuasa selama 7 hari. 

Ramadhan berikutnya sudah dekat, hutang puasaku masih banyak. Konsumsi ASI Darli makin bertambah. Ohya, aku sudah selesai cuti waktu itu, dan kalau kerja, ASI harus dipompa dan disimpan di lemari es. Sementara, sejak aku sudah bekerja lagi, Darli minum ASI dengan menggunakan dot. Dan semakin hari, dia semakin tidak mau menyusu langsung. Karena menyusu dengan menggunakan dot lebih mudah.

Akhirnya kuputuskan untuk mencampur dengan susu formula. Karena ketika puasa, produksi ASI-ku semakin menipis, sementara Darli semakin banyak konsumsinya, mungkin karena anak laki-laki, minumnya kuat, dan usianya juga sudah bertambah. Di sisi lain, Ramadhan berikutnya semakin dekat.

Aku mencoba beberapa merk susu formula, ternyata Darli selalu muntah dan tidak bisa minum susu formula. Setelah tanya sana-sini, kami coba dengan susu kacang kedelai untuk bayi. Dan alhamdulillaah tidak ada masalah. Sepertinya dia alergi susu sapi.

Dimana letak salahnya?

Seharusnya Ramadhan tahun lalu, aku bayar fidyah saja. Sehingga Darli tidak perlu dikorbankan karena tidak berhasil mendapat ASI Eksklusif selama 6 bulan. Kalau kondisi memungkinkan, aku bayar hutang puasa juga. Tapi kalau tidak memungkinkan, ya sudah tidak apa-apa, toh sudah bayar fidyah.

Sekarang Darli sudah berusia 13 bulan. Kalau tidak salah, sejak usia 10 bulan, kami (aku dan suamiku) sudah mencoba susu sapi (sufor) untuk Darli, dan alhamdulillaah sudah tidak muntah lagi.

Wah, sebenernya masih baaaaanyaaaak yang pengen diceritain. Tapi aku harus kerja. Kapan-kapan sambung lagi deh yaa... Insya Allah. ^_^'