Sabtu, 15 Desember 2012

Suamiku Ngga Romantis ^_^'


Ini tulisan temen. Aku suka banget sama tulisan ini, karena mirip banget sama suamiku. Ga romantis. Hehe...

Zaman masih belum menikah dulu, jika ditanya ingin punya suami seperti apa, maka yang terbayang di angan-angan adalah ingin punya suami yang romantis seperti di flm-flm. Yang suka memberi bunga di hari-hari tertentu, yang suka memberi kado kecil kejutan, yang suka berlaku mesra di depan umum, yang memanggil aku ‘‘sayang’’ atau ‘‘dinda’’ , yang setiap pagi memberikan kecupan manis di kening, yang suka mengajak jalan-jalan di bawah rembulan, makan malam diterangi cahaya temaram lilin. Oh.. indahnya..

 Tapi ternyata..Suamiku tdak suka memberi bunga. ‘‘Boros dan nggak ada gunanya’’, katanya. Suamiku tdak suka memberi kejutan, malah sering lupa pada hari-hari “pentng” kami. Suamiku lebih suka jalan di depan jika kami belanja. Suamiku lebih suka memanggil aku ‘‘yang’’ daripada “sayang”. Suamiku paling tdak suka keluar rumah di hari Sabtu. ‘‘Rame! Macet! Males!’’, katanya. Jika mengantar kerja ia hanya menurunkanku di depan gerbang kantor “Biar cepet”, alasannya. Hampir setap malam ia selalu tdur duluan.


Tapi suamiku yang nggak romantis ini mau bantuin aku sekedar buang sampah atau menggosok bajunya sendiri sewaktu dia melihat aku sedang sibuk mengerjakan pekerjaan kantor. Tanpa bicara apa-apa, suamiku langsung mengambil sapu untuk membersihkan rumah ketka ia lihat rumah kami kotor kemudian mengepelnya. Setap pagi ia yang memandikan anak kami karena ia tahu aku sedang menyiapkan makanan. Hampir setap hari ia merelakan gajinya dipotong karena terlambat masuk kantor karena menungguku siap. Ketika kusuruh berangkat duluan, ia hanya menjawab “Aku nggak tega”. Biarpun ia hanya mengantarkan sampai gerbang kantor, ia tidak mengeluh jika ia harus menunggu lama saat menjemputku. Jika aku sedang sakit, ia tidak bosan-bosannya menyuruhku untuk minum obat, padahal aku sudah sering pula menolaknya karena tdak suka. Tak pernah ia sekalipun berkata “Kok nggak ada makanan hari ini?” atau “Kamu nggak masak ya?”. Dan tidak jarang ia memasak sekedar nasi goreng tanpa kecap untuk berdua. Jika tidak ada bahan, maka ialah yang pergi ke warung untuk membeli mie instan untuk kemudian dimasaknya. Suami yang nggak romantis ini pula yang tidak membiarkan aku jalan di bagian jalan yang lebih dekat dengan kendaraan, dia selalu menggandeng tanganku walaupun setelah itu dia kembali berjalan sendiri di depan. Suami yang nggak suka acara weekend ini mau belanja buat aku sepulang dari kantornya. Entah itu cuma 2 kotak minuman kacang ijo, gorengan atau martabak.  Jika ditanya dalam rangka apa, ia menjawab “Lagi ada rezeki berlebih”. Suamiku nggak suka ngasih kejutan atau kado, tapi dia selalu tau kalau hatku sedang resah atau galau. Walaupun ia tidur lebih dulu, dia yang setiap pagi membangunkanku dengan sentuhan lembut untuk sholat subuh. Jadi, jika ditanya, ‘‘Suamimu romantis nggak?’’ Aku jawab dengan sebuah senyuman. Romantis menjadi tidak pentng lagi jika perhatian dan pengertiannya ditumpahkan ke tempat yang tepat. Memang bukan tipe pemimpin yang kuinginkan, tapi tipe pemimpin yang kubutuhkan. Maka dengan bangga aku bersorak dalam hati “Suamiku nggak romantis!”

 

Kamis, 06 Desember 2012

Alhamdulillaah, Terima Kasih Yaa Alloh, Karena Aku Tidak Cantik... ^_^’

Bismillaah...

Udah lama banget ide ini muncul, tapi lupa terus mau ditulis. Pas inget, sikonnya ga pas buat nulis, pas sikonnya pas, lupa. Hehe...

Nah, sekarang insya Alloh sikonnya pas dan inget. Yuk mulai...

Masa remaja, yang tidak indah
Setidaknya itu menurutku dulu. Karena keindahan masa remaja menurutku adalah:
  1. Punya banyak teman dan sahabat, gaul gitu dech.
  2. Jatuh cinta dan punya pacar, yaaah kalo bisa beberapa kali gonta-ganti pacar. Tiap jam istirahat dan pulang sekolah, kalo ngga sama temen, yaa sama pacar. Wah, indahnyaaa... Jalan berdua, beli es krim, makan bakso, ke bioskop, dan lain-lain dech. Seru ye?
Tapi aku tidak mengalami semua itu. Teman dan sahabat sih punya, tapi bisa dihitung jari dech, cuma berapa temennya, apalagi sahabat. Dan hal ini terbukti pada saat kumpul-kumpul alumni, baik SMP maupun SMA. Walah, banyakan ga kenal-nya bow... Tapi tetep pengen ikutan aja kalo ada reunian gitu. Gapapa gamama dah, biar banyak ga kenal juga, kenalan aja pas reunian. Gampang, kan?

Dan yang paling sedih yaa yang nomor 2. Jatuh cinta sih sering, tapi ga pernah punya pacar. Hwaa... Cuma karena 1 alasan, aku tidak cantik, bahkan jauh dari cantik. Hikhikhik... sedih.

Masa remaja adalah masa bergejolak, dimana cinta datangnya dari mata lalu turun ke hati, bukan dari hati, menyebar ke seluruh tubuh, termasuk mata. Kalo cinta diawali dari mata, repot dah, yang jauh dari cantik kayak aku gini, jangan pernah berharap dilirik sama cowok-cowok. Karena secara naluriah, setiap manusia menyukai keindahan, dan keindahan itu yaa yang bisa dilihat. Kalo dilihatnya aja udah ngga indah, yaa udah, pasrah aja dah. Toh, aku sendiri juga gitu, yang disukai mesti yang enak dilihat, ganteng gitu deh. Kalo jauh dari ganteng juga ga bakalan suka. Jadi ceritanya, dulu itu aku cuma jatuh cinta doang, tapi ga ada satupun yang jadi pacar. Kasian yah?

Masa setengah matang, mengenal Islam
Eits.. jangan mikir yang aneh-aneh dulu ya. Aku beragama Islam sejak dilahirkan, karena kedua orangtuaku memeluk Islam, alhamdulillaah, dan aku otomatis beragama Islam juga. Tapi seperti kebanyakan bocah yang ada di negara kita ini, beragama Islam belum tentu mengenal Islam. Tapi kalo ditanya orang, jawabnya Islam, nulis diary temen—dulu zamannya seneng punya diary trus disebarin ke temen-temen, saling mengisi biodata dan pantun—agamanya Islam, bikin KTP juga, pas jadi, tulisannya Islam. Tapi ya sekedar beragama Islam doang. Cuma tau rukun Islam dan rukun Iman—karena waktu ngaji di TPA memang disuruh menghapal kedua rukun itu. Kalo Islam harus sholat 5 waktu, harus ngaji, dan lain-lain. Sebatas kulit luarnya aja.

Dulu, karena aku tidak cantik, aku pun mencoba pake kerudung, eh, lumayan looh, mendingan. :p Jadinya aku pengen pake terus deh. Pas kelas 2 SMA aku hijrah, tapi masih belum mengerti makna hijrah sebenarnya. Pake kerudung hanya karena ingin menutupi kekuranganku aja.

Aku juga ikutan Rohani Islam alias Rohis, yang kemaren-kemaren santer dibilang cikal bakal teroris, ih, ngga banget deh, ngaco itu mah. Aku di Rohis juga cuma ikut-ikutan doang. Ada mentoring, aku ikut. Ada lomba nasyid berkelompok, aku ikut, walaupun ga menang. Eh, diminta jadi Ketua Keputrian (Kaput) karena diantara anggota Rohis yang lain, cuma aku dan temenku yang pake kerudung. Tapi temenku itu, kayaknya ga mau jadi Kaput, makanya aku yang dipilih. Halah, aku aja ga ngerti apa visi misi Rohis waktu itu, disuruh jadi Kaput, mundur-mundur-munduuuur... Akhirnya jadi PJ Mading.

Mulai dari sana, aku mengenal Islam. Karena aku sering mencari artikel dan tulisan-tulisan tentang ke-Islaman untuk di tempel di Mading, aku jadi banyak tau tentang Islam yang sebenernya. Juga dari kegiatan mentoring seminggu sekali.

Pernah, suatu ketika, pas lagi mentoring, temenku yang pake kerudung juga, ditanya sama mentor kami. “Kenapa kamu pake kerudung?” Nahloh, seandainya aku yang ditanya pada waktu itu, aku mau jawab apa? Karena penampilan saya lebih mendingan daripada ga pake kerudung gitu? Waaah, bisa geger dunia persilatan. Untung bukan aku yang ditanya. Dan ternyata jawaban temenku—yang dari kelas 1 udah pake kerudung—cuma satu kata “kewajiban”. Aku baru mikir, ‘kewajiban’ apa? Dan mentorku senyum-senyum aja, mengiyakan jawaban temenku itu. Habis itu dijelasin deh, bahwa perempuan muslimah, wajib mengenakan hijab/kerudung. Dulu waktu zaman Rosulullooh Saw, pas turun perintah menutup aurat, para sahabat pulang menemui istri mereka dan mengatakan perintah Alloh Swt tersebut. Para istri itu dengan segera mengambil apa saja yang bisa digunakan untuk menutup aurat mereka, istilahnya ada taplak ya pake taplak, ada sprei ya pake sprei, yang penting langsung tertutup. Subhaanallooh yah, Syahrini banget, hehe... Maksudnya, subhaanallooh keimanan istri para sahabat dan tentunya istri-istri dan anak Rosul Saw. Begitu denger perintah, langsung dilaksanakan, tanpa mengajukan keberatan dan alasan-alasan.

Dari mentoring juga aku tau bahwa orang Islam ga boleh pacaran. Tidak ada pacaran dalam Islam. Wah, kalo yang ini sih, aku masih belum tau bahayanya. Jadi terusin aja jatuh cinta dan patah hatinya. Jatuh cinta lagi, patah hati lagi. Sampe bener-bener ga punya pacar. Bukan karena larangan tidak boleh pacaran, tapi karena emang ga ada yang naksir, walau udah pake kerudung juga. Hiks...

Masa hampir matang, perempuan baik-baik untuk laki-laki baik-baik, begitu sebaliknya
Selepas SMA dan kuliah, aku masih tetap ikut mentoring yang bahasanya berubah menjadi halaqoh, artinya pertemuan. Alhamdulillaah, sudah mulai terbawa arus yang baik. Kerudungnya makin panjang dan mulai ingin serius ketika jatuh cinta pada seseorang. Karena seringnya dicekokin tentang larangan mendekati zinah yakni pacaran, aku hanya ingin menikah ketika bertemu dengan seorang laki-laki yang menurutku baik dan sholeh. Dan dalam hidupku, aku 3 kali jatuh cinta—yang serius—, jatuh cintanya karena memang bertujuan untuk membina keluarga samara.

Yang pertama, aku mengajukan diri melalui orang yang kenal dengan ikhwan yang kusuka itu (ikhwan, istilah untuk menyebut laki-laki yang ikutan halaqoh juga). Karena dulu Ibunda Siti Khodijah juga mengajukan diri kepada Nabi Muhammad Saw. Aku yang nge-fans banget sama beliau, ceritanya mau mengikuti jejak beliau. Lagipula mau tau kepastian aja. Biar hari-hariku ngga selalu dibayang-bayangi oleh ikhwan itu. Aku inginkan proses yang baik, yang istilahnya ta’aruf (=perkenalan). Taaapiii, ditolak. Hwaaaa....

Yang kedua, aku lebih berhati-hati. Ga mau seperti keledai, jatuh di lubang yang sama. Aku tidak ada niatan mengajukan diri. Cuma ngasih perhatian-perhatian aja, baik kecil maupun besar. Untuk yang kedua ini, sebenernya aku ragu. Karena banyak sekali hal-hal yang tidak sesuai dengan kriteria. Tapi tetep aja, suka. Hehe... Makanya, aku ga berani maju duluan. Biarin aja mengalir. Sampe tau-tau aku dapet kabar kalo dia udah tunangan. Jdeerrr....

Ditengah galau, aku berusaha mengalihkan ke pekerjaan. Kebetulan aku bekerja di lembaga pemberdayaan masyarakat dhuafa. Ketemu ibu-ibu dhuafa yang udah makan asam garam kehidupan. Pahitnya dikhianati suami, sulitnya mengatur keuangan dengan penghasilan yang minim, anak-anak yang akhirnya kurang perhatian orangtua yang sibuk mengais rezeki, mereka jadi anak-anaknya sangat kurang dalam pemahaman agamanya. Yaa ngga semuanya sih, yang anaknya baik-baik juga ada. Dan semua kenyataan itu, sempat membuatku takut untuk menikah.

Tapi, usia semakin bertambah. Ortu juga udah mulai gelisah. Maklum anak pertamah. Perempuan pulah. Jadi harus segera menikah. Jadi pusing nih kepalah.

Suatu kali, Aa Gym pernah bertaushiyah begini, “Ada seorang pemuda yang mengeluh kepada Aa, dia ingin menikah, tapi muka pas-pasan gini, mana ada yang mau, A?” Trus jawab Aa Gym, “Eeeeh, jangan menghina ciptaan Alloh. Biar begini-begitu juga, muka itu ciptaan Alloh. Ga boleh begitu. Masalah jodoh juga urusan Alloh.” Yah, intinya begitulah taushiyahnya.

Aku menyimpan itu baik-baik sampai aku bertemu dengan seseorang yang juga sangat jauh dari cantik. Dia binaanku. Pedagang kecil yang rajin dan pekerja keras. Anaknya sudah 2. Dia menikah diusia yang lebih muda dari usiaku ketika aku menikah. Qo bisa? Padahal kalo pake skala prioritas, masih mendingan aku muka-nya. Halah... opo yooo... Tapi dia sudah menikah dan sudah punya 2 anak pula. Hmm.... bener kata Aa Gym, jodoh memang urusan Alloh. Jangan muka yang jadi sasaran, tapi emang belum waktunya aja. Kalo udah waktunya, yang sudah tercatat di lauhul mahfuzh, aku juga ketemu sama pilihan terbaik-Nya.

Aku pun berdo’a di setiap sujud terakhirku. Karena pada saat sujud, kita berada sangat dekat dengan Alloh. Jadi berdo’alah pada saat terdekat itu. Do’aku cuma satu, “izinkan aku menikah tahun ini.” Selama setahun lebih aku berdo’a seperti itu. Dan pada akhirnya aku memberanikan diri untuk mengajukan diri kepada guru ngajiku. Aku menyatakan siap untuk dikenalkan dengan ikhwan baik dan insya Alloh siap menikah dengannya.

Tidak sampai enam bulan, aku menerima sebuah biodata dari guruku. Saat itu adalah pertengahan Ramadhan di tahun 2009. Kalau tidak salah bulan Oktober. Setelah lebaran Idul Fitri, aku dipertemukan oleh guruku, di rumah gurunya guruku. Tanya-jawab sekedarnya, karena aku bingung mau bertanya apa saat itu. Aku ga kenal, ga suka juga. Biasa aja.

Sekitar sebulan kemudian, ikhwan itu kirim kabar melalui email, ingin mengenal keluargaku. Dan email itu harus di cc ke gurunya guruku dan temannya si ikhwan. Jadi tidak boleh email-emailan berdua. Ketika ikhwan itu meng-add ym-ku pun, aku tidak boleh meng-approve oleh gurunya guruku. Dan ketika si ikhwan mau ke rumah untuk berkenalan dengan keluargaku, aku tidak boleh ada di rumah oleh gurunya guruku. Aku yang pada saat itu masih ragu mau meneruskan atau tidak, tentu saja menuruti nasihat itu. Seminggu kemudian aku diminta untuk ke rumahnya, mengenal keluarganya. Dia juga tidak ada di sana pada saat aku ke sana. Aku suka keluarganya. Seperti sudah kenal dekat denganku. ^_^’

Pada kesempatan kedua, si ikhwan datang lagi ke rumahku bersama ibunya. Aku ada tugas meliput kegiatan futsal anak-anak waktu itu, jadi tidak ada di rumah juga. Tapi pada saat aku pulang, mereka masih ada di rumah.

Bulan Januari 2010 tanggal 17, dia mengkhitbahku dan kami menikah di bulan Maret tanggal 14 tahun itu juga. Walaupun sampai malam akad, aku masih belum punya ‘rasa’ apapun padanya, tetapi setelah akad, “kok kayak udah kenal lamaaa banget.” Dan saat itulah aku mulai jatuh cinta. Menikahnya tanpa cinta, prosesnya 6 bulan, tapi setelahnya yaaa.... Jatuh cinta deh. Jatuh cinta yang ketiga nih. ^_^’

Cerita punya cerita, suamiku pun tidak pernah pacaran sampai bertemu denganku. Dan sudah beberapa kali ta’aruf dengan akhwat (nah, kalo perempuan yang halaqoh disebutnya akhwat), tapi semuanya ga ada ‘feel’ katanya. Pas ketemu aku pertama kali, katanya “adeeem banget, kayak masuk ke kulkas”. Hehe...

Hmm... perempuan baik-baik untuk laki-laki baik-baik, perempuan ga pernah punya pacar, untuk laki-laki yang ga pernah punya pacar juga. :p

Kalo lihat zaman sekarang, anak-anak SMP-SMA, pacarannya parah ya? Ga sedikit yang sampe masuk angin, tapi masuk anginnya sampe 9 bulan. Hiyyy, sereeeeem. Aku jadi mikir, kalo aku cantik, dengan karakterku yang begini, waduh, apa jadinya masa depanku? Pastinya ga bakalan ketemu orang yang kayak suamiku. Alhamdulillaah.... Terima kasih yaa Alloh, karena aku tidak cantik. ^_^’