Bismillaah...
Udah lama banget ide ini muncul,
tapi lupa terus mau ditulis. Pas inget, sikonnya ga pas buat nulis, pas
sikonnya pas, lupa. Hehe...
Nah, sekarang insya Alloh
sikonnya pas dan inget. Yuk mulai...
Masa remaja, yang tidak indah
Setidaknya itu menurutku dulu. Karena
keindahan masa remaja menurutku adalah:
- Punya banyak teman dan sahabat,
gaul gitu dech.
- Jatuh cinta dan punya pacar,
yaaah kalo bisa beberapa kali gonta-ganti pacar. Tiap jam istirahat dan pulang
sekolah, kalo ngga sama temen, yaa sama pacar. Wah, indahnyaaa... Jalan berdua,
beli es krim, makan bakso, ke bioskop, dan lain-lain dech. Seru ye?
Tapi aku tidak mengalami semua
itu. Teman dan sahabat sih punya, tapi bisa dihitung jari dech, cuma berapa
temennya, apalagi sahabat. Dan hal ini terbukti pada saat kumpul-kumpul alumni,
baik SMP maupun SMA. Walah, banyakan ga kenal-nya bow... Tapi tetep pengen ikutan
aja kalo ada reunian gitu. Gapapa gamama dah, biar banyak ga kenal juga,
kenalan aja pas reunian. Gampang, kan?
Dan yang paling sedih yaa yang
nomor 2. Jatuh cinta sih sering, tapi ga pernah punya pacar. Hwaa... Cuma karena
1 alasan, aku tidak cantik, bahkan jauh dari cantik. Hikhikhik... sedih.
Masa remaja adalah masa
bergejolak, dimana cinta datangnya dari mata lalu turun ke hati, bukan dari
hati, menyebar ke seluruh tubuh, termasuk mata. Kalo cinta diawali dari mata,
repot dah, yang jauh dari cantik kayak aku gini, jangan pernah berharap dilirik
sama cowok-cowok. Karena secara naluriah, setiap manusia menyukai keindahan,
dan keindahan itu yaa yang bisa dilihat. Kalo dilihatnya aja udah ngga indah,
yaa udah, pasrah aja dah. Toh, aku sendiri juga gitu, yang disukai mesti yang
enak dilihat, ganteng gitu deh. Kalo jauh dari ganteng juga ga bakalan suka. Jadi
ceritanya, dulu itu aku cuma jatuh cinta doang, tapi ga ada satupun yang jadi
pacar. Kasian yah?
Masa setengah matang, mengenal Islam
Eits.. jangan mikir yang
aneh-aneh dulu ya. Aku beragama Islam sejak dilahirkan, karena kedua orangtuaku
memeluk Islam, alhamdulillaah, dan aku otomatis beragama Islam juga. Tapi seperti
kebanyakan bocah yang ada di negara kita ini, beragama Islam belum tentu
mengenal Islam. Tapi kalo ditanya orang, jawabnya Islam, nulis diary temen—dulu
zamannya seneng punya diary trus disebarin ke temen-temen, saling mengisi
biodata dan pantun—agamanya Islam, bikin KTP juga, pas jadi, tulisannya Islam. Tapi
ya sekedar beragama Islam doang. Cuma tau rukun Islam dan rukun Iman—karena waktu
ngaji di TPA memang disuruh menghapal kedua rukun itu. Kalo Islam harus sholat
5 waktu, harus ngaji, dan lain-lain. Sebatas kulit luarnya aja.
Dulu, karena aku tidak cantik,
aku pun mencoba pake kerudung, eh, lumayan looh, mendingan. :p Jadinya aku
pengen pake terus deh. Pas kelas 2 SMA aku hijrah, tapi masih belum mengerti
makna hijrah sebenarnya. Pake kerudung hanya karena ingin menutupi kekuranganku
aja.
Aku juga ikutan Rohani Islam
alias Rohis, yang kemaren-kemaren santer dibilang cikal bakal teroris, ih, ngga
banget deh, ngaco itu mah. Aku di Rohis juga cuma ikut-ikutan doang. Ada mentoring,
aku ikut. Ada lomba nasyid berkelompok, aku ikut, walaupun ga menang. Eh,
diminta jadi Ketua Keputrian (Kaput) karena diantara anggota Rohis yang lain, cuma
aku dan temenku yang pake kerudung. Tapi temenku itu, kayaknya ga mau jadi
Kaput, makanya aku yang dipilih. Halah, aku aja ga ngerti apa visi misi Rohis
waktu itu, disuruh jadi Kaput, mundur-mundur-munduuuur... Akhirnya jadi PJ
Mading.
Mulai dari sana, aku mengenal
Islam. Karena aku sering mencari artikel dan tulisan-tulisan tentang ke-Islaman
untuk di tempel di Mading, aku jadi banyak tau tentang Islam yang sebenernya. Juga
dari kegiatan mentoring seminggu sekali.
Pernah, suatu ketika, pas lagi mentoring,
temenku yang pake kerudung juga, ditanya sama mentor kami. “Kenapa kamu pake
kerudung?” Nahloh, seandainya aku yang ditanya pada waktu itu, aku mau jawab
apa? Karena penampilan saya lebih mendingan daripada ga pake kerudung gitu? Waaah,
bisa geger dunia persilatan. Untung bukan aku yang ditanya. Dan ternyata
jawaban temenku—yang dari kelas 1 udah pake kerudung—cuma satu kata “kewajiban”.
Aku baru mikir, ‘kewajiban’ apa? Dan mentorku senyum-senyum aja, mengiyakan
jawaban temenku itu. Habis itu dijelasin deh, bahwa perempuan muslimah, wajib
mengenakan hijab/kerudung. Dulu waktu zaman Rosulullooh Saw, pas turun perintah
menutup aurat, para sahabat pulang menemui istri mereka dan mengatakan perintah
Alloh Swt tersebut. Para istri itu dengan segera mengambil apa saja yang bisa
digunakan untuk menutup aurat mereka, istilahnya ada taplak ya pake taplak, ada
sprei ya pake sprei, yang penting langsung tertutup. Subhaanallooh yah,
Syahrini banget, hehe... Maksudnya, subhaanallooh keimanan istri para sahabat
dan tentunya istri-istri dan anak Rosul Saw. Begitu denger perintah, langsung
dilaksanakan, tanpa mengajukan keberatan dan alasan-alasan.
Dari mentoring juga aku tau bahwa
orang Islam ga boleh pacaran. Tidak ada pacaran dalam Islam. Wah, kalo yang ini
sih, aku masih belum tau bahayanya. Jadi terusin aja jatuh cinta dan patah
hatinya. Jatuh cinta lagi, patah hati lagi. Sampe bener-bener ga punya pacar. Bukan
karena larangan tidak boleh pacaran, tapi karena emang ga ada yang naksir,
walau udah pake kerudung juga. Hiks...
Masa hampir matang, perempuan baik-baik untuk laki-laki baik-baik,
begitu sebaliknya
Selepas SMA dan kuliah, aku masih
tetap ikut mentoring yang bahasanya berubah menjadi halaqoh, artinya pertemuan.
Alhamdulillaah, sudah mulai terbawa arus yang baik. Kerudungnya makin panjang
dan mulai ingin serius ketika jatuh cinta pada seseorang. Karena seringnya
dicekokin tentang larangan mendekati zinah yakni pacaran, aku hanya ingin
menikah ketika bertemu dengan seorang laki-laki yang menurutku baik dan sholeh.
Dan dalam hidupku, aku 3 kali jatuh cinta—yang serius—, jatuh cintanya karena
memang bertujuan untuk membina keluarga samara.
Yang pertama, aku mengajukan diri
melalui orang yang kenal dengan ikhwan yang kusuka itu (ikhwan, istilah untuk
menyebut laki-laki yang ikutan halaqoh juga). Karena dulu Ibunda Siti Khodijah
juga mengajukan diri kepada Nabi Muhammad Saw. Aku yang nge-fans banget sama
beliau, ceritanya mau mengikuti jejak beliau. Lagipula mau tau kepastian aja. Biar
hari-hariku ngga selalu dibayang-bayangi oleh ikhwan itu. Aku inginkan proses
yang baik, yang istilahnya ta’aruf (=perkenalan). Taaapiii, ditolak. Hwaaaa....
Yang kedua, aku lebih
berhati-hati. Ga mau seperti keledai, jatuh di lubang yang sama. Aku tidak ada
niatan mengajukan diri. Cuma ngasih perhatian-perhatian aja, baik kecil maupun
besar. Untuk yang kedua ini, sebenernya aku ragu. Karena banyak sekali hal-hal
yang tidak sesuai dengan kriteria. Tapi tetep aja, suka. Hehe... Makanya, aku
ga berani maju duluan. Biarin aja mengalir. Sampe tau-tau aku dapet kabar kalo
dia udah tunangan. Jdeerrr....
Ditengah galau, aku berusaha
mengalihkan ke pekerjaan. Kebetulan aku bekerja di lembaga pemberdayaan
masyarakat dhuafa. Ketemu ibu-ibu dhuafa yang udah makan asam garam kehidupan. Pahitnya
dikhianati suami, sulitnya mengatur keuangan dengan penghasilan yang minim,
anak-anak yang akhirnya kurang perhatian orangtua yang sibuk mengais rezeki,
mereka jadi anak-anaknya sangat kurang dalam pemahaman agamanya. Yaa ngga semuanya
sih, yang anaknya baik-baik juga ada. Dan semua kenyataan itu, sempat membuatku
takut untuk menikah.
Tapi, usia semakin bertambah. Ortu
juga udah mulai gelisah. Maklum anak pertamah. Perempuan pulah. Jadi harus
segera menikah. Jadi pusing nih kepalah.
Suatu kali, Aa Gym pernah
bertaushiyah begini, “Ada seorang pemuda yang mengeluh kepada Aa, dia ingin
menikah, tapi muka pas-pasan gini, mana ada yang mau, A?” Trus jawab Aa Gym, “Eeeeh,
jangan menghina ciptaan Alloh. Biar begini-begitu juga, muka itu ciptaan Alloh.
Ga boleh begitu. Masalah jodoh juga urusan Alloh.” Yah, intinya begitulah
taushiyahnya.
Aku menyimpan itu baik-baik
sampai aku bertemu dengan seseorang yang juga sangat jauh dari cantik. Dia binaanku.
Pedagang kecil yang rajin dan pekerja keras. Anaknya sudah 2. Dia menikah
diusia yang lebih muda dari usiaku ketika aku menikah. Qo bisa? Padahal kalo
pake skala prioritas, masih mendingan aku muka-nya. Halah... opo yooo... Tapi
dia sudah menikah dan sudah punya 2 anak pula. Hmm.... bener kata Aa Gym, jodoh
memang urusan Alloh. Jangan muka yang jadi sasaran, tapi emang belum waktunya
aja. Kalo udah waktunya, yang sudah tercatat di lauhul mahfuzh, aku juga ketemu
sama pilihan terbaik-Nya.
Aku pun berdo’a di setiap sujud
terakhirku. Karena pada saat sujud, kita berada sangat dekat dengan Alloh. Jadi
berdo’alah pada saat terdekat itu. Do’aku cuma satu, “izinkan aku menikah tahun
ini.” Selama setahun lebih aku berdo’a seperti itu. Dan pada akhirnya aku
memberanikan diri untuk mengajukan diri kepada guru ngajiku. Aku menyatakan
siap untuk dikenalkan dengan ikhwan baik dan insya Alloh siap menikah
dengannya.
Tidak sampai enam bulan, aku
menerima sebuah biodata dari guruku. Saat itu adalah pertengahan Ramadhan di
tahun 2009. Kalau tidak salah bulan Oktober. Setelah lebaran Idul Fitri, aku
dipertemukan oleh guruku, di rumah gurunya guruku. Tanya-jawab sekedarnya,
karena aku bingung mau bertanya apa saat itu. Aku ga kenal, ga suka juga. Biasa
aja.
Sekitar sebulan kemudian, ikhwan
itu kirim kabar melalui email, ingin mengenal keluargaku. Dan email itu harus
di cc ke gurunya guruku dan temannya si ikhwan. Jadi tidak boleh email-emailan
berdua. Ketika ikhwan itu meng-add ym-ku pun, aku tidak boleh meng-approve oleh
gurunya guruku. Dan ketika si ikhwan mau ke rumah untuk berkenalan dengan
keluargaku, aku tidak boleh ada di rumah oleh gurunya guruku. Aku yang pada
saat itu masih ragu mau meneruskan atau tidak, tentu saja menuruti nasihat itu.
Seminggu kemudian aku diminta untuk ke rumahnya, mengenal keluarganya. Dia juga
tidak ada di sana pada saat aku ke sana. Aku suka keluarganya. Seperti sudah
kenal dekat denganku. ^_^’
Pada kesempatan kedua, si ikhwan
datang lagi ke rumahku bersama ibunya. Aku ada tugas meliput kegiatan futsal
anak-anak waktu itu, jadi tidak ada di rumah juga. Tapi pada saat aku pulang,
mereka masih ada di rumah.
Bulan Januari 2010 tanggal 17,
dia mengkhitbahku dan kami menikah di bulan Maret tanggal 14 tahun itu juga. Walaupun
sampai malam akad, aku masih belum punya ‘rasa’ apapun padanya, tetapi setelah
akad, “kok kayak udah kenal lamaaa banget.” Dan saat itulah aku mulai jatuh
cinta. Menikahnya tanpa cinta, prosesnya 6 bulan, tapi setelahnya yaaa....
Jatuh cinta deh. Jatuh cinta yang ketiga nih. ^_^’
Cerita punya cerita, suamiku pun
tidak pernah pacaran sampai bertemu denganku. Dan sudah beberapa kali ta’aruf
dengan akhwat (nah, kalo perempuan yang halaqoh disebutnya akhwat), tapi
semuanya ga ada ‘feel’ katanya. Pas ketemu aku pertama kali, katanya “adeeem
banget, kayak masuk ke kulkas”. Hehe...
Hmm... perempuan baik-baik untuk
laki-laki baik-baik, perempuan ga pernah punya pacar, untuk laki-laki yang ga
pernah punya pacar juga. :p
Kalo lihat zaman sekarang,
anak-anak SMP-SMA, pacarannya parah ya? Ga sedikit yang sampe masuk angin, tapi
masuk anginnya sampe 9 bulan. Hiyyy, sereeeeem. Aku jadi mikir, kalo aku
cantik, dengan karakterku yang begini, waduh, apa jadinya masa depanku? Pastinya
ga bakalan ketemu orang yang kayak suamiku. Alhamdulillaah.... Terima kasih yaa
Alloh, karena aku tidak cantik. ^_^’