Bismillaah…
Masa depan kita ditentukan oleh
kebiasaan kita pada hari ini. Kalo hari ini kita senang menumpuk hutang demi
kebutuhan yang sebenarnya masih dalam porsi keinginan, tunggulah saatnya, di
mana masa depan kita penuh dengan lilitan hutang. Tapi kalo kebiasaan kita
adalah belajar prihatin, memaksimalkan rizqi yang Allah Swt berikan hanya untuk
kebutuhan-kebutuhan primer saja, insya Allah di masa depan kita akan menjadi
orang yang merdeka. Pun bila di masa depan kita dikaruniai rizqi yang berlimpah
karena kerja keras kita hari ini, kita akan terbiasa hidup bersahaja dan
menghargai jerih payah kita sendiri. Coba aja, udah suka hutang, males lagi,
halah, mau jadi apa hari esok kita? –Kata Pak Mario Teguh (dengan sedikit perubahan
redaksi) waktu aku dan suamiku ikut taping Mario Teguh Golden Ways, yang bikin
pusing itu. Gimana nggak pusing? Kata-kata dan kalimatnya alias bahasanya tuh
butuh pencernaan yang luar biasa, seperti bayi yang baru lahir disuruh makan
bubur, sistem pencernaannya akan bekerja ekstra keras untuk mengolah. Hehe…
Lebay.
Berbicara tentang masa depan,
kata Pak Mario juga, satu-satunya kejelasan masa depan adalah tidak jelasnya
sebuah masa depan, karena masa depan itu masih suci, masih penuh misteri. Kita hanya
bisa membentuknya, merencanakannya dengan kebiasaan-kebiasaan kitadi masa lalu,
yakni masa kini.
Coba perhatikan, jangan hanya
mengagumi kehebatan dan kesuksesan orang-orang hebat dan sukses yang pernah
kita dengar, baca, dan lihat. Tapi PERHATIKAN. Kalo kata Bang Tere Liye, kita
kadang melihat saja tapi tidak memperhatikan. Dan kalo kita mau sedikit
menengok masa lalu mereka yang sudah sukses sekarang, mungkin kita nggak
nyangka, bahwa masa lalu mereka kurang lebih yaa sama dengan kita saat ini. Bahkan
mungkin lebih buruk.
Ada yang bilang ke Pak Mario, “Bapak
sih enak tinggal ngomong doing,” trus kata Pak Mario, “ya terus mau ngapain
lagi?” Coba perhatikan jawaban dari Pak Mario itu. MAU NGAPAIN LAGI? Itu
artinya sudah banyak yang beliau lakukan selama ini untuk meningkatkan kualitas
hidupnya sendiri sampai menjadi orang sukses seperti sekarang dan BISA NGOMONG.
Ternyata Pak Mario itu masa kecilnya susah sekali, berangkat dari keluarga
miskin yang selalu bekerja keras, tidak ada kata malas dalam kamusnya. Kalo mau
tahu lebih detail tentang kisah hidupnya, silahkan gugling sendiri ya.
Nah, itu Pak Mario. Coba kita
lihat yang lainnya. Ada Pak Dahlan Iskan yang dulunya juga miskin. Kebiasaannya
hidup sederhana, masih terbawa sampe sekarang walau sudah ‘kaya’. Yaah,
silahkan gugling lagi deh mengenai beliau.
Sekarang siapa lagi? Ahya, Andrea
Hirata, yang dengan mimpi dan kerja kerasnya, bisa kuliah di Paris. Dan masih
banyak lagi contoh sebenernya. Kitanya aja yang kadang pesimis sambil meratapi
nasib. Nggak punya duit, pengen beli hape kamera, ngutang. Padahal apa sih
fungsinya hape? Buat nelpon dan sms aja, kan? Kalo mau beli kamera, harus
berguna tuh kamera, missal ada obsesi untuk jadi fotografer. Kalo sekarang yang
lagi nge-trend, punya BB. Sekarang balik lagi ke niatnya. Seorang teman yang
memaksa dirinya untuk beli BB, dia punya alasan kuat, mau jualan, dan fokus,
dia jualan sebuah produk. Alhamdulillaah, BB-nya ternyata memang bermanfaat. Karena
sekarang memang zamannya BB, jualan di Facebook udah pada jarang. Orang-orang
udah pada lari ke BB jualannya. Trus kalo BB-nya cuma buat gaya-gayaan, naikin
gengsi padahal hutangnya banyak, buat apa? Apa gue harus bilang WOW, gitu? Hehe…
Yah, pokoke banyak hal lah yang bisa
dipikirin sebelum membeli sesuatu. Beli karena butuh ya, bukan karena
kepengenan doing. Aku juga ngiler pengen beli BB, buat jualan, tapi mau jualan
apa juga masih bingung. Nanti ajalah, kalo udah jelas mau jualan apa, dan
optimis bakal lancar, baru bela-belain beli BB.
Balik lagi ke tema awal kita. Nggak
usah jauh-jauh, aku punya saudara yang hobby-nya kerja keras. Dari nggak punya
apa-apa, sampe punya apa aja. Dan alhamdulillaah, orangnya baik banget, suka
membantu saudara, kan, jadinya banyak dido’ain sama saudara-saudaranya, jadi
tambah naik deh derajat kesuksesannya, dimata manusia setidaknya. Kalo di mata
Allah Swt, insya Allah juga naik. Aamiin…
Mau contoh apa lagi?
Soal makanan deh. Kenapa sih,
harus sama ayam tiap kali makan? Harus sama daging? Atau pergi ke Resto Cepat
Saji demi menaikkan gengsi? Yang sebenernya, makannya cuma sekali dalam sehari,
tapi sekali makan yaa yang mahal-mahal. Kan, nyari penyakit itu namanya. Makan tuh
idealnya 3 kali sehari, gapapa lauknya biasa aja, tempe sama tahu, yang cukup
ramah untuk kantong, asal makannya sehari tiga kali. Ada loooh yang begitu,
gengsian, urusan perut aja kok gengsi?
Tapi prihatin juga harus pada
tempatnya. Bukan mentang-mentang prihatin, malah menyakiti diri sendiri, sering
sakit dan lemes, malah bikin ngga produktif. Yah, yang proporsional ajalah. Okeh?!!
^_^’
Jadi intinya, ngga ada cerita
pengen sukses dengan bermalas-malasan, ngga mau prihatin, dan tidak suka
bekerja keras. Kalo lihat pengemis yang pura-pura pincang di lampu merah, apa
yang ada di benak kita? Orang yang selalu ingin diberi akan selalu dipandang
remeh oleh orang lain, jadi jangan menghinakan diri dengan selalu ‘meminta-minta’,
yaaa….
Ohya, suamiku pernah cerita,
waktu masih SMP dia punya temen keluarga Chinese. Suatu hari temennya itu habis
dimarah-marahi orang tuanya hanya karena 1 hal, makan pake daging. Katanya, “nak,
kita ini hidup di Negara orang, jadi jangan boros,” intinya begitu. Padahal dia
juga jarang banget makan daging.
Selama suatu makanan itu bisa menegakkan
tulang punggung kita untuk beribadah dan bekerja, makanlah secukupnya. Orang-orang
sukses dan hebat yang ada di Negara kita, saja, dulu bahkan jarang ketemu
makanan, saking miskinnya. Tapi mereka bisa sukses tanpa menghinakan diri di
hadapan orang lain. So, yuk, belajar ‘ngaca’ dari mereka. ^_^’